Saturday 1 June 2013

PERAN MEDIA DALAM PEMASARAN PROYEK PERUMAHAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.      1 Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi semakin hari semakin berkembang pesat dan meluas seiring era globalisasi yang memang sedang berlangsung sekarang ini. Hal ini membuat seseorang mampu dengan mudah menyampaikan ide dan gagasanya kepada orang lain dengan cepat dan dalam jangkauan seluas-luasnya melalui berbagai macam media sepeti media cetak, media elektronik, dan media yang sekarang menjadi tren yaitu media sosial (social media). Berbagai media tersebut sangat efektif untuk menyebarluaskan ide, gagasan, dan keinginan yang dimiliki seseorang kepada khalayak salah satu contohnya adalah dalam hal pemasaran suatu produk melalui iklan. Sering kita temukan iklan-iklan berbagai produk yang dimuat di koran, ditayangkan ditelevisi maupun disiarkan di radio, dan juga ada dalam akun facebook, twitter, maupun blackberry messenger kita. Banyak sekali pengusaha yang memanfaatkan perkembangan media yang begitu pesat untuk menyebarluaskan produk jasa maupun barang yang ia miliki melalui iklan.
PT Dermajaya Property adalah salah satu pengembang perumahan yang memanfaatkan pesatnya perkembangan media ini. Pada tahun 2012 ini PT Dermajaya property sedang mengembangkan beberapa proyek perumahan salah satunya adalah perumahan “Griya Kadipiro”. PT Dermajaya Property mengiklankan perumahan “Griya Kadipiro” melalui berbagai media untuk menarik khalayak sehingga khalayak yang sedang membutuhkan rumah diharapkan akan membeli perumahan “Griya Kadipiro” yang dikembangkan PT Dermajaya Property, namun perlu ditilik lebih dalam lagi apa saja media yang digunakan PT Dermajaya untuk mengiklakan perumahan “Griya Kadipiro” yang dikembangkannya serta bagaimana keefektifan media dalam menunjang pemasaran perumahan yang dikembangkan oleh PT Dermajaya Property. Untuk itu dalam makalah ini penulis memilih judul “PERAN MEDIA DALAM PEMASARAN PROYEK PERUMAHAN (Study Kasus Griya Kadipiro)”.
1.      2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.      2. 1 Bagaimanakah strategi pemasaran PT Dermajaya Property dalam memasarkan perumahan “Griya Kadipiro”?
1.      2. 2 Bagaimanakah keefektifan media dalam mendukung pemasaran perumahan “Griya Kadipiro”?
1.      3 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian wawancara langsung dengan Dermawan Bakri yang merupakan Direktur Utama PT Dermajaya Property sebagai pengembang proyek perumahan “Griya Kadipiro” selain itu penulis juga menggunakan metode penelitian study dokumen-dokumen pemasaran yang dimiliki PT Dermajaya Property.
1.      4 Kegunaan Penelitian
Makalah yang disusun penulis ini mempunyai beberapa kegunaan sebagai berikut:
1.      4. 1 Untuk mengetahui strategi pemasaran PT Dermajaya dalam memasarkan perumahan “Griya Kadipiro”.
1.      4. 2 Untuk mengetahui keefektifan media dalam mendukung pemasaran perumahan “Griya Kadipiro”.
1.      5 Sistematika Penulisan
Bab 1      Pendahuluan
1.1.      Latar belakang
1.2.      Permasalahan
1.3.      Metode penelitian
1.4.      Kegunaan penelitian
1.5.      Sistematika penelitian
Bab 2      Pembahasan
2.1.   Strategi Pemasaran PT Dermajaya Property dalam memasarkan proyek perumahan “Griya Kadipiro”
2.2.   Keefektifan Media dalam mendukung pemasaran proyek perumahan “Griya Kadipiro”.
Bab 3      Penutup
3.1.      Kesimpulan
3.2.      Saran

BAB II
PEMBAHASAN

2.    1 Strategi Pemasaran PT Dermajaya Property dalam memasarkan proyek perumahan “Griya Kadipiro”
A.    PT Dermajaya Property
PT Dermajaya Property adalah anak perusahaan dari PT Derma Kusuma Artha yang bergerak di bidang kontraktor dan developer. PT Dermajaya Property sudah berpengalaman selama lima tahun dalam bidang kontraktor dan developer. Di usianya yang menginjak lima tahun PT Dermajaya Property terbukti mampu bersaing dan menunjukan eksistensinya di dunia kontraktor dan developer. PT Dermajaya Property di pimpin oleh Direktur Utama yang masih sangat muda yaitu Dermawan Bakri yang masih berusia 22 tahun, meskipun begitu PT Dermajaya Property mampu tumbuh sebagai perusahaan yang disegani karena profesionalitas kerja yang sangat dijunjung tinggi dalam staff kepengurusan PT Dermajaya Property. Beberapa proyek perumahan yang telah dibangun maupun sedang dilaksanakan oleh PT Dermajaya Property antara lain :
1.      Puri Gaum Asri.
2.      Griya Songgorunggi.
3.      Griya Norlita.
4.      Griya Kadipiro.
B.     Media yang digunakan PT Dermajaya Property
Dalam melaksanakan pemasaran perumahan “Griya Kadipiro” PT Dermajaya Property menggunakan beberapa media antara lain :
1.      Media Cetak
PT Dermajaya Property menggunakan iklan di media cetak dengan cara memasang iklan di salah satu koran yang ada di Kota Surakarta. PT Dermajaya Property memilih memasang iklan di koran tersebut dengan pertimbangan koran tersebut memiliki jangkauan pembaca di seluruh eks Karisidenan Surakarta yang notabene masih berada dalam satu wilayah dengan lokasi perumahan “Griya Kadipiro” jadi bisa menarik pembaca koran tersebut yang kebetulan sedang membutuhkan rumah.
2.      Media Sosial
Selain menggunakan media cetak PT Dermajaya Property juga menggunakan media sosial dalam memasarkan proyek prumahan “Griya Kadipiro” beberapa media sosial yang digunakan antara lain :
a.       Facebook
PT Dermajaya Property memiliki akun facebook untuk memasarkan perumahan “Griya Kadipiro” dengan pertimbangan saat ini hampir semua orang memiliki facebook sehingga dengan memiliki akun facebook PT Dermajaya Property dapat menjangkau khalayak yang lebih luas. Aplikasi dalam facebook yang memungkinkan pemilik akun facebook untuk membagi gambar yang dimilikinya kepada pemilik akun facebook lain memudahkan PT Dermajaya Property untuk mempromosikan gambar-gambar desain perumahan “Griya Kadipiro” kepada khalayak dengan begitu calon pembeli akan semakin yakin untuk membeli perumahan “Griya Kadipiro”.
b.      Online shop
PT Dermajaya Property juga memiliki akun di beberapa online shop seperti Toko Bagus dan berniaga.com. PT Dermajaya Property membuka akun di beberapa online shop tersebut dengan pertimbangan, adanya online shop semakin memudahkan orang untuk menemukan barang yang ingin ia beli dengan adanya pembagian lokasi barang yang dibutuhkan ke dalam wilayah-wilayah tertentu. Sehingga diharapkan dengan beriklan di beberapa online shop tersebut PT Dermajaya Property dapat mendapatkan calon pembeli perumahan “Griya Kadipiro” dengan mudah.
c.       Blackberry Messenger
Selain dua media di atas PT Dermajaya Property juga mengerahkan semua stafnya untuk memasarkan perumahan “Griya Kadipiro” melalui Blackberry Messenger. Adanya aplikasi broadcast message memungkinkan pemilik akun Blackberry Messenger dapat mengirimkan pesan ke semua kontak Blackberry Messengernya sekaligus dalam satu kali pengiriman, hal ini menjadi sarana promosi yang efektif dan efisien.
2.2     Keefektifan Media dalam mendukung pemasaran proyek perumahan “Griya Kadipiro”
Beberapa media yang digunakan PT Dermajaya Property seperti yang telah diuraikan pada uraian sebelumnya terbukti efektif dalam pemasaran proyek perumahan “Griya Kadipiro”. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya unit perumahan yang terjual dalam waktu yang relatif singkat.
PT Dermajaya Property mulai memasarkan perumahan “Griya Kadipiro” pada bulan Maret 2012 sampai dengan bulan Agustus 2012 (6 bulan). Dalam jangka waktu tersebut PT Dermajaya Property mampu menjual 17 unit rumah dari 19 rumah yang dibangun di kompleks perumahan “Griya Kadipiro” dengan rincian sebagai berikut :
1.      Koran                              8 orang
2.      Toko Bagus                     4 orang
3.      Blackberry Messenger    2 orang
4.      Door to door                   2 orang
5.      Facebook                                    1 orang
Keterangan :
Para pembeli 17 unit perumahan “Griya Kadipiro” sebanyak 8 orang mengaku mengetahui informasi tentang “Griya Kadipiro” melalui koran, sebanyak 4 orang mengaku mengetahui informasi tentang “Griya Kadipiro” karena mereka melihat iklan di online shop Toko Bagus, sebanyak  2 orang mengaku mengetahui informasi tentang “Griya Kadipiro” melalui broadcast message dari Blackberry Messenger, sebanyak 1 orang mengaku mengetahui informasi tentang “Griya Kadipiro” melalui facebook, sedangkan hasil dari promosi door to door yang dilakukan oleh staff pemasaran PT Dermajaya Property menghasilkan 2 orang pembeli.
Jadi dalam pemasaran perumahan “Griya Kadipiro” media mempunyai peran yang signifikan dalam mendongkrak pemasaran terbukti dengan adanya 15 orang berhasil ditarik minatnya untuk membeli rumah si perumahan “Griya Kadipiro” sedangkan pemasaran melalui door to door atau bertatap muka dengan calon pembeli secara langsung hanya menghasilkan 2 orang pembeli. Dari segi waktu media juga memberikan kontribusi besar dalam pemesaran oerumahan “Griya Kadipiro” terbukti dengan 17 unit rumah di perumahan “Griya Kadipiro” berhasil terjual hanya dalam jangka wajtu kurang lebih 6 bulan. 
BAB III
PENUTUP

3.      1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang diuraikan pada Bab II dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.      Dalam memasarkan proyek perumahan “Griya Kadipiro” PT Dermajaya Property menggunakan strategi pemasaran dengan mengoptimalkan fungsi media sebagai sarana promosi/iklan diantaranya dengan memasang iklan di koran, membuat akun facebook, akun pada online shop, dan juga menyebarkannya melalui Blackberry Messenger.
2.      Media terbukti menjadi sarana yang sangat efektif dalam memasarkan proyek perumahan “Griya Kadipiro” terbukti dengan terjualnya 17 unit rumah pada perumahan “Griya Kadipiro” dalam waktu kurang lebih 6 bulan dimana 15 pembeli rumah tersebut mengaku mendapatkan informasi tentang “Griya Kadipiro” melaui media baik media cetak, elektronik, maupun media sosial. Jadi media mempunyai tingkat efektifitas yang tinggi dalam pemasaran proyek perumahan “Griya Kadipiro”.
3.      2 Saran
Selain kesimpulan ada juga beberapa saran yang dapat diajukan setelah penulis menguraikan uraian pada Bab II, saran tersebut antara lain :
1.      Meskipun sudah cukup optimal tetapi pemanfaatan media yang dilakukan PT Dermajaya Property hendaknya masih bisa lebih dioptimalkan lagi dengan menjamah media-media yang lebih banyak dan memiliki jangakauan yang lebih luas seperti iklan di radio, iklan di koran yang cakupan pembacanya lebih luas, membuka akun di beberapa media sosial yang lain yang sekarang baru menjadi tren di masyarakat seperti twitter, bahkan bisa juga beriklan di televisi tentunya disesuaikan juga dengan tipe dan harga jual proyek perumahan yang sedang dijalankan oleh PT Dermajaya Property.

2.      Media yang terbukti efektif mampu mendongkrak penjualan hendaknya diiringi juga dengan beberapa kreatifitas pemasaran untuk menarik para calon pembeli proyek perumahan seperti adanya potongan harga, adanya sistem pembayaran yang lebih meringankan pembeli perumahan, atau bisa juga dengan memberikan bonus berupa barang-barang mewah atau yang lainya sehingga pemasaran proyek perumahan akan mendapatkan hasil yang maksimal dengan optimalisasi media dan didukung kreatifitas penjualan. 

Teori dan biografi Foucoult

Teori dan biografi Foucoult

BAB I

A.    Biografi Foucault
Michael Foucault adalah salah satu tokoh post modern yang lahir di Poiters pada tahun 1926. Ayah dan Kakek Foucault merupakan seorang ahli bedah. Tetapi ia menolak untuk mengikuti jejak ayahnya, dan ia lebih memilih mengambil studi filsafat.
Foucault diterima di Ecole Normale Superiure pada tahun 1944 di bawah bimbingan G. Canguilhelm, J. Hyppolite, dan G.Dumezil. lalu pada tahun 1948 ia mendapatkan lisensi dalam filsafat dan disusul lisensi dalam psikologi pada tahun 1950. Foucault kemudian bekerja di Ecole Normale Superiure dan menjadi anggota partai komunis di Perancis setelah perng dunia ke-II selesai.
Pada tahun 1954 ia menerbitkan buku berjudul Meladie Mentale et Personnalite (penyakit jiwa dan kepribadian). Selama periode 1954-1958 ia juga bekerja sebagai dosen di Universitas Uppsala (Swedia) pada bidang sastra dan budaya Prancis, dan pada tahun 1958 ia menjadi direktur kebudayaan Perancis di Warsawa. Pada tahun 1959 ia menjadi direktur juga di Hamburg sekaligus menyelesaikan buku Folie et Deraison. Historie de la Folie a I’age Classique’ (Kegilaan dan nir-rasio. Sejarah kegilaan dalam zaman klasik).
Tahun 1963, disertasinya diedit dan dibukukan dengan judul Historie de la folie (sejarah kegilaan). Tetapi karya monumentalnya adalah Les mots et les choses. Une archeologie des sciences humanies (kata-kata dan benda-benda. Sebuah arkeologi tentang ilmu-ilmu manusia) yang terbit pada tahun 1966. Karya Foucault dipandang sebagai aras strukturalisme Perancis yang masyur. Ketika karyanya yang berjudul L’archeologie du savoir (arkelologi pengetahuan) terbit pada tahun 1969, karya itu disambut masyarakat dengan antusias.
Sepanjang periode 1960-1976, Foucault sibuk dengan karya ilmiah dan aktivitas mengajarnya. Tahun 1960-an ia mengajar di Tunisia, Montpellier, Clemond-Ferrand, dan Paris-Nanterre. Ia juga mendirikan universitas Paris-Vincennes. Lalu pada tahun 1969 ia dipilih sebagai profesor di College de France. Tahun 1975, ia menerbitkan buku Surveiller et punir. Naissance de la prison. (Menjaga dan menghukum. Lahirnya penjara). Salah satu laporan penelitian Foucault yang menarik minat umum adalah riwayat hidup seorang pembunuh yang dulunya hidup sederhana di sebuah desa pada abad 19. Riwayat itu ditulis sendiri oleh sang pembunuh, Pierre Riviere, yang kemudian didokumentasi Foucault dalam judul Moi, Pierre Riviere, ayant egorge ma mere, ma soeur et mon frere..(Aku, Pierre Riviere, setelah membunuh Ibu, Saudari, dan Saudaraku...) dan diterbitkan pada tahun 1973. Pada tahun 1976, Foucault kembali menerbitkan salah satu karya besarnya yang berjudul Histoire de la sexualite (sejarah seksualitas) yang dirancang hadir dalam enam episode, namun ia hanya merampungkan tiga, masing-masing La volonte de savoir (kemauan untuk mengetahui) pada 1976, disusul L’usage des plaisirs (penggunaan kenikmatan) pada 1982, menyusul Le souci de soi (keprihatinan untuk dirinya)  di tahun 1984.
Popularitas Foucault tidak saja mencuat di Perancis atau di negara-negara yang menggunakan bahasa Perancis, tetapi juga mencapai negara dengan penduduk berbahasa Inggris. Ia beberapa kali menjadi dosen tamu di Amerika Serikat dan aktif dalam perluasan idenya melalui wawancara atau artikel. Beberapa bulan setelah terbitnya Le souci de soi (keprihatinan untuk dirinya)  di tahun 1984, Michel Foucault meninggal dunia. Ia tutup usia pada umur 57 tahun. Meski tidak ada konfirmasi resmi, Michel Foucault diduga meninggal karena HIV AIDS.
B.     Konsep dan Teori Foucault
Konsep Kekuasaan Foucault
Konsep kekuasaan Foucault sebenarnya banyak dipengaruhi oleh Nietzsche. Ia melihat ada kesamaan pikiran Nietzsche tentang genealogi dengan pikirannya tentang arkeologi tapi ada unsur dalam genealogi Nietzsche yang belum nampak yaitu kuasa. Selanjutnya akan dipaparkan beberapa pandangan Foucault tentang kekuasaan berdasarkan beberapa karyanya.
Kekuasaan dan Ilmu Pengetahuan
Dalam karyanya The Order of Things, Archeology of Human Sciences, Foucault menunjukkan bahwa ada dua perubahan besar yang terjadi dalam bentuk umum pemikiran dan teorinya. Yang pertama terjadi pada pertengahan abad ketujuhbelas, yang kedua pada awal abad kesembilan belas. Setelah menganalisis diskursus ilmu pengetahuan abad 17 dan 18 seputar sejarah alam, teori uang dan nilai dan tata bahasa, Foucault mengambil kesimpulan bahwa pusat ilmu pengetahuan pada waktu ini adalah tabel. Orang hendak merepresentasikan realitas dalam tabel. Tabel adalah satu sistem tanda, satu bentuk taksonomi umum dan sistematis dari benda-benda. Dengan konsentrasi pada tabel, pengetahuan pada masa ini menjadi ahistoris.
Pada akhir abad ke18 (setelah revolusi Prancis) sampai pertengahan abad 20 (Perang Dunia II), konsentrasi wacana ilmiah pada masa ini adalah sejarah dan manusia sebagai subjeknya. Manusia dibebaskan dari segala alienasi dan bebas dari determinasi dari segala sesuatu. Manusia menjadi objek pengetahuan dan dengan demikian dia menjadi subjek dari kebebasan dan eksistensinya sendiri. Manusia menjadi pusat pemikiran. Hal ini terlihat dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial dan psikologi.
Objek penelitian Foucault dalam karya ini adalah kondisi-kondisi dasar yang menyebabkan lahirnya satu diskursus. Di sini Foucault menunjukkan hubungan antara diskursus ilmu pengetahuan dengan kekuasaan. Diskursus ilmu pengetahuan yang hendak menemukan yang benar dan yang palsu pada dasarnya dimotori oleh kehendak untuk berkuasa. Ilmu pengetahuan dilaksanakan untuk menetapkan apa yang benar dan mengeliminasi apa yang dipandang palsu.
Di sini menjadi jelas bahwa kehendak untuk kebenaran adalah ungkapan dari kehendak untuk berkuasa. Tidak mungkin pengetahuan itu netral dan murni. Di sini selalu terjadi korelasi yaitu pengetahuan mengandung kuasa seperti juga kuasa mengandung pengetahuan. Penjelasan ilmiah yang satu berusaha menguasai dengan menyingkirkan penjelasan ilmu yang lain. Selain itu, ilmu pengetahuan yang terwujud dalam teknologi gampang digunakan untuk memaksakan sesuatu kepada masyarakat. Karena dalam zaman teknologi tinggi pun sebenarnya tetap ada pemaksanaan, maka kita tidak dapat berbicara tentang kemajuan peradaban. Yang terjadi hanyalah pergeseran instrumen yang dipakai untuk memaksa.
Kegilaan dan Peradaban
Foucault melihat praktek pengkaplingan yang memisah-misahkan orang-orang yang sakit dari orang sehat, yang normal dari yang tidak normal merupakan  salah satu bentuk aplikasi kekuasaan seseorang atau satu kelompok orang atas yang lain. Foucault menemukan bahwa pada zaman Renaissance, kegilaan dan penalaran memiliki relasi yang erat, keduanya tidak terpisah, sebab keduanya menggunakan bahasa yang sama. Masyarakat tampaknya tidak menolak gagasan-gagasan dan tindakan-tindakan brilian yang lahir dari orang-orang yang dicap gila. Kegilaan adalah kebebasan imaginasi, dan masih menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dalam zaman renaissance.
Namun pada zaman setelahnya (1650-1800), dialog antara kegilaan dan penalaran mengalami pembungkaman. Keduanya dilaksanakan dalam bahasa yang berbeda, dan akhirnya bermuara pada penaklukan kegilaan oleh penalaran, perlahan kegilaan menjadi sesuatu yang asing dan disingkirkan dari kehidupan yang harus dijiwai kelogisan. Bersamaan dengan itu, kegilaan harus disingkirkan dari masyarakat yang normal. Kegilaan telah menjadi satu tema yang membuat masyarakat terpisah dan terpecah.
Apa yang terjadi dengan orang gila, berjalan beriringan dengan apa yang terjadi dengan para penjahat, orang-orang miskin dan gelandangan. Mereka semua mulai disingkirkan, dalam bentuk penjara, rumah sakit umum, rumah sakit jiwa dan ditertibkan oleh sosok polisi dan pengadilan. Semua lembaga ini adalah bentuk yang digunakan oleh penguasa untuk menerapkan kekuasaannya atas masyarakat. Pengangguran adalah satu persoalan sosial, demikian juga semua yang menjadi alasan pengangguran, seperti kegilaan atau sakit. Orang gila dikaitkan dengan orang miskin dan penganggur. Dengan ini, etika menjadi persoalan negara. Negara dibenarkan menerapkan hukuman atas pelanggaran moral. Hukuman mati yang dipertontonkan adalah satu bukti cara pandang seperti ini. Dengan ini sekaligus hendak ditunjukkan bahwa ada kekuasaan. Eksekusi adalah tontonan yang luar biasa dan bentuk pemakluman yang paling efektif dari adanya kekuasaan yang mengontrol.
Dengan demikian, kita dapat melihat inti dari teori Foucault di sini menunjukkan bahwa sakit mental hanya muncul sebagai sakit mental dalam satu kebudayaan yang mendefinisikannya sebagai demikian. Karena menyangkut definisi, maka di dalam sakit mental sebenarnya kekuasaan mendominasi. Kegilaan adalah yang berbeda dari yang biasa, dan karena yang biasa dicirikan oleh produktivitas, maka kegilaan adalah tidak adanya produktivitas. Penanganan kegilaan adalah satu bentuk aplikasi kekuasaan seseorang atau satu kelompok orang atas yang lain, bukan pertama-tama masalah pengetahuan psikologis.
Kekuasaan dan Seksualitas
Dominasi kekuasaan juga dapat dilihat dalam analisis atas tema seksualitas. Foucault melihat seksualitas sebagai pengalihan pemahaman tentang kekuasaan. Bagaimana seksualitas diwacanakan adalah ungkapan dari kekuasaan. Pembicaraan yang terbuka tentang seks menurut Foucault, adalah demi mengatur dan mencatat jumlah kelahiran. Masalah penduduk adalah masalah sosial, dan masalah ini berhubungan dengan seksualitas. Karena itu, kekuasaan berusaha mempelajari dan mengintervensi pembicaraan tentang seks demi pengaturan pertumbuhan penduduk. Seksualitas menjadi masalah publik.
Para pelaku sodomi, onani, nekrofilia, homo seksual, masokis, sadistis dan sebagainya ditetapkan sebagai orang-orang yang berperilaku menyimpang. Foucault menunjukkan hubungan antara seksualitas dengan kekuasaan itu dalam pengakuan dosa dalam agama Kristen. Di sini sebuah rahasia dibongkar, dan bersamaan dengan ini posisi dia yang mengetahui rahasia itu menjadi sangat kuat. Yang menjadi pendengar pengakuan dosa itu adalah para ilmuwan, secara khusus psikiater. Dalam posisi seperti ini, psikiater menjadi penentu apa yang dianggap normal dan apa yang dipandang sebagai patologis dalam perilaku seksual.
Dengan menunjukkan hubungan antara seksualitas dan kekuasaan, Foucault menggarisbawahi tesis dasarnya bahwa kekuasaan ada di mana-mana. Intervensi kekuasaan ke dalam seksualitas terjadi melalui disiplin tubuh dan ilmu tubuh, dan melalui politik populasi yang meregulasi kelahiran. Kekuasaan mulai mengadministrasi tubuh dan mengatur kehidupan privat orang. Sejalan dengan itu, resistensi terhadap kekuasaan itu pun ada di mana-mana.
Disiplin dan Hukuman
Pada abad ke-17 dan 18, disiplin adalah sarana untuk mendidik tubuh. Praktik disiplin diharapkan melahirkan tubuh-tubuh yang patuh. Hal ini tidak hanya terjadi di penjara, tetapi juga dalam bidang pendidikan, tempat kerja, militer dan sebagainya Masyarakat selanjutnya berkembang menurut disiplin militer. Foucault beranggapan bahwa di era monarkial tiap proses penghukuman kriminal baru dianggap serius apabila telah melibatkan elemen penyikasaan tubuh dalam pelaksanaannya.
Pelaksanaan disiplin amat berhubungan dengan kuasa yang mengontrol. Foucault menguraikan bahwa fenomena disiplin tubuh selalu dikontrol oleh dua instrumen disiplin  yang diterapkan dari disiplin militer dalam masyarakat. Pertama, melalui observasi hirarkis atau kemampuan aparatus untuk mengawasi semua yang berada di bawahnya dengan satu kriteria tunggal. Panopticon yang terungkap dalam menara sebagai pusat penjara adalah bentuk fisik dari instrumen ini. Dengan adanya panopticon ini kekuasaan sipir menjadi sangat besar sebab para tawanan berusaha menahan diri mereka sendiri. Mereka takut dipantau. Kehadiran struktur itu sendiri sudah merupakan satu mekanisme kekuasaan dan disiplin yang luar biasa.
Instrumen kedua adalah menormalkan penilaian moral dan menghukum para pelanggar moral. Dalam hal ini kekurangan disamakan dengan kejahatan. Selain dipenjarakan, orang-orang yang menyimpang dipertontonkan. Maksudnya adalah menunjukkan kepada masyarakat betapa dekatnya manusia dengan binatang, dan manusia lain akan diperlakukan secara yang sama apabila mereka keluar dari batas-batas yang dipandang waras oleh masyarakat. Dalam keseluruhan penanganan atas penyimpangan-penyimpangan ini, psikiater atau aparat sebenarnya tidak berperan sebagai ilmuwan, tetapi sebagai kekuasaan yang mengadili.
Foucault membayangkan menara pengawas dalam panoptisme selain dioperasikan oleh petugas, dapat dipergunakan oleh banyak individu dengan pelbagai kepentingan. Ia dapat menjadi tempat seorang filsuf yang haus pengetahuan akan manusia menjadi museum manusia. Ia bahkan menjadi tempat bagi mereka yang tergolong mempunyai sedikit penyimpangan seksual memperoleh kenikmatan dengan mengintip orang-orang. Dalam panoptisme inilah Foucault memperlihatkan adanya kekuasaan yang teselubung dalam pelbagai institusi dan lembaga.



BAB II

Kritik Terhadap Teori Foucault
Seperti kebanyakan ahli postmodernisme lainya Foucault tidak mengakui adanya kebenaran mutlak yang ada hanyalah kebenaran relatif atau kebenaran kelompok yaitu sesuatu yang menurut kelompok atau orang-orang di sekitarnya benar itulah yang dianggap sebagai kebenaran. Teori diskursus Foucault yang memaparkan bahwa setiap bahasa, kata-kata, dan teori dipaparkan berdasarkan apa yang bisa melanggengkan kekuasaan. Foucault mengganggap bahwa manusia hanya dijadikan sebagai obyek kekuasaan tanpa mereka sadar sebenarnya mereka harus mengambil peran dalam suatu kekuasaan tersebut karena mereka sebenarnya memiliki kekuasaan masing-masing.
Ada beberapa kritik yang ditujukan kepada teori yang dikemukakan oleh Foucault ini yaitu teori Faoucault cenderung akan membentuk seseorang yang mempunyai sikap skeptis terhadap kenyetaan-kenyataan yang ada dalam masyarakat. Pada dasarnya seseorang yang menganut kebenaran relatif akan lebih mudah untuk bersikap skeptis terhadapa realita yang terjadi dalam masyarakat. Dalam suatu waktu seseorang tersebut bisa menjadi sangat mendukung suatu hal yang terjadi tapi dalam suatu waktu yang lain orang tersebut bisa menjadi sangat menentang hal yang sama.
Hal itu terjadi karena seseorang tersebut mendasarkan sikapnya bukan kepada kebenaran yang sesungguhnya melainkan pada kebenaran yang relatif jadi sangat mungkin seseorang akan bersikap menurut kepentingannya masing-masing, ketika kepentingan seseorang tersebut akan lebih terakomodasi dengan ia mendukung suatu hal maka ia akan menyatakan dukungannya tetapi jika kepentingan seseorang tersebut akan lebih terakomodasi dengan ia menentang suatu hal maka ia akan menyatakan menentang hal tersebut meskipun hal tersebut sebenarnya bertentangan dengan yang semestinya terjadi dalam masyarakat. Teori Foucault memungkin kan seseorang untuk bersikap seperti uraian tersebut. Seseorang akan lebih mudah bersikap skeptis padahal seseorang yang bersikap skeptis adalah seseorang yang tidak berpendirian tetap dan pandai memanfaatkan situasi bahkan cenderung licik. Hal ini akan berbahaya bagi keteraturan dan ketertiban kehidupan bermasyarakat.
Kritik berikutnya terhadap teori Foucault adalah dalam teorinya Foucault dapat disimpulkan bahwa Foucault menganggap semua bahasa, kata-kata, dan teori dirumuskan hanya untuk kepentingan kekuasaan semata sehingga Foucault tidak mengakui bahwa ilmu pengetahuan itu merupakan sesuatu fakta yang benar melainkan menurut Foucault ilmu pengetahuan dicetuskan hanya untuk kepentingan kekuasaan. Di satu sisi teori Foucault ini benar manakala kita tidak bisa sepenuhnya percaya apa yang telah dicetuskan penguasa dalam bahasa, kata-kata dan teorinya agar kita bisa tetap menjadi warga negara yang kritis pada kebijakan pemerintah demi kemajuan negara, namun di sisi lain teori Faoucault ini membuat seseorang terus berprasangaka bahwa semua bahas, kata-kata, teori yang dicetuskan pemegang kekuasaan hanya digunakan untuk kepentingan kekuasaanya padahal tidak semuanya demikian.
Sebagai contoh dalam teorinya tentang kekuasaan dan seksualitas Foucault berpendapat bahwa pelaku sodomi, onani, dan sebagainya yang sekarang dianggap menyimpang bukan lah seseorang yang menyimpang. Pelabelan seseorang yang mempunyai perilaku seks yang menyimpang menurut Foucault hanya untuk kepentingan kekuasaan dalam hal ini psikiater yang mendengarkan pengakuan dosa si pelaku penyimpangan seksual jadi Foucault menganggap hal yang paling pribadi pun tetap dicampuri kekuasaan. Teori Foucault tersebut akan membuka peluang kepada seseorang untuk berperilaku bebas dan mengabaikan adanya teori-teori tentang ilmu pengetahuan yang seharusnya diperhatikan seseorang tersebut demi kebaikannya dirinya sendiri. Jika seseorang melakukan penyimpangan seksual yang pada kenyataannya memang membahayakan kesehatan dirinya maka seseorang tersebut akan mengabaikannya karena teori Foucault ini. Hal tersebut akan sangat berabahaya bagi kesehatan dan kelangsungan hidup orang itu.



BAB III

Menghidupakan Kembali Teori Foucault
Michel Foucault adalah seorang filsuf yang merupakan murid dari Wilhelm Friedrick Nietszche karena itu pemikiran-pemikiran Foucault hampir sama dari pemikiran-prmikiran yang dicetuskan oleh Nietszche. Untuk menghidupkan kembali teori Foucault perlu ditilik kembali tentang teori diskursus Foucault berkesimpulan bahwa bahasa, kata-kata, dan teori dipaparkan berdasarkan apa yang bisa melanggengkan kekuasaan. Teori Foucault dapat dihidupkan kembali dalam masyarakat tetapi tentunya tidak bisa serta merta langsung diterapkan tanpa adalah pemilahan-pemilahan mana yang seharusnya dan mana yang tidak seharusnya dihidupkan kembali dalam kehidupan masyarakat.
Teori Foucault dapat diterapkan dalam masyarakat selama teori tersebut mampu menjadikan masyarakat tersebut kritis dan peduli terhadap apa yang terjadi di sekitarnya seperti apa yang menjadi kebijakan pemerintah yang diterapkan bagi masyarakat atau segala hal yang diperuntukkan untuk membuat masayarakat semakin maju dan berkembang. Teori Foucault yang menganggap semua teori hanya diperuntukan sebagai upaya untuk melanggengkan kekuasaan mendorong kita untuk kritis dan senantiasa berprasangka terhadap kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan strategis yang diterapkan pemerintah kepada masyarakat sehingga kita dapat menjalankan fungsi kontrol kepada pemerintah melalui sikap kritis tersebut.
Jika kita tidak mempunyai sikap kritis atas kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan pemerintah maka akan sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat manakala memang benar kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan tersebut diperuntukan sebagai upaya untuk melanggengkan kekuasaan seperti yang telah dirumuskan Foucault dalam teorinya. Jadi teori Foucault dapat diterapkan sepanjang teori tersebut mampu menumbuhkan sikap kritis dan peduli dalam masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan pemerintah yang menyangkut baik buruknya kehidupan masyarakat itu sendiri. Namun, teori Foucault tidak dapat diterapkan manakala dengan diterapkanya teori tersebut membuat masyarakat justru bertindak liar dan tidak dapat dikendalikan.
Teori Foucault yang memungkinkan seseorang berprasangka bahwa semua teori dirumuskan untuk melanggengkan kekuasaan dapat membuat seseorang tersebut mempunyai prasangka yang berlebihan sehingga ia akan men “generalisasi’ kan bahwa semua kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan yang diterapkan pemerintah sebagai wujud upaya pemerintah melanggengkan kekuasaannya. Hal ini akan membentuk sikap apatis dan acuh tak acuh yang akan mendorong seseorang tersebut berlaku seenaknya sendiri dan seringkali melanggar aturan-aturan yang sebenarnya diperuntukan demi kebaikan masyarakat.
Dalam tingkat yang lebih parah sikap apatis dan acuh tak acuh ini bukan hanya akan mendorong seseorang untuk berlaku melanggar aturan melainkan juga melahirkan sikap memberontak dan tidak patuh kepada pemerintah. Seseorang yang di dalam pikirannya tertanam bahwasanya semua kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan yang diterapkan pemerintah merupakan suatu upaya pemerintah untuk melanggengkan kekuasaannya awalnya akan bersikap acuh tak acuh dan apatis terhadap segala hal yang dputusakan pemerintah. Dalam jangka waktu yang lama jika hal ini terjadi terus menerus maka akan terakumulasikan dan akan mendorong seseorang tersebut untu melawan dan memberontak kepada pemerintah yang mana akan menganggu stabilitas keamanan dan ketertiban dalam masyarakat.
Untuk itu dalam upaya menghidupkan kembali teori Foucault perlu dilakukan pemilahan-pemilahan agar nantinya tidak menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Teori Foucault dapat diterapkan selama teori tersebut dapat membuat seseorang menjadi kritis dan peduli terhadap apa yang terjadi dalam masyarakat, namun jika penerapan teori Foucault membuat seseorang menjadi apatis dan acuh atak acuh terhadap keadaan masyarakat hendaknya teori Foucault cukup menjadi pengetahuan saja dan tidak tidak diterapkan dalam masyarakat.     


BAB IV

Kesimpulan
Michel Foucault adalah seorang tokoh post modern yang lahir di Poiters pada tahun 1926 yang merupakan murid Nietszche. Foucault terkenal dengan teori diskursus yang menyatakan bahwa semua bahasa, kata-kata, dan teori-teori yang dicetuskan merupakan alat untuk melanggengkan kekuasaan. Menurut Foucault kekuasaan ada dalam semua aspek kehidupan manusia bahkan dalam hal yang sangat pribadi pun manusia tetap tidak memiliki wewenang untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk.
Seperti hal nya teori yang lain, teori Foucault juga menuai pro dan kontra selalu ada baik dan buruk dalam setiap teori yang dicetuskan. Teori Foucault dapat dihidupkan kembali dalam masyarakat namun tidak bisa serta merta diterapkan melainkan dengan adanya tindakan memilah kapan seharusnya teori tersebut diterapkan dan kapan teori tersebut tidak seharusnya diterapkan. Teori Foucault dapat diterapkan selama teori tersebut dapat membuat seseorang menjadi kritis dan peduli terhadap apa yang terjadi dalam masyarakat, namun jika penerapan teori Foucault membuat seseorang menjadi apatis dan acuh atak acuh terhadap keadaan masyarakat hendaknya teori Foucault cukup menjadi pengetahuan saja dan tidak tidak diterapkan dalam masyarakat.




Friday 31 May 2013

RESUME Demokrasi Ala DPR

RESUME Demokrasi Ala DPR
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah sapi perahan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kata-kata itu seolah diamini dengan adanya pernyataan Menteri BUMN Dahlan Iskhan yang menyebutkan adanya anggota DPR yang meminta jatah kepada BUMN untuk kepentingan pribadinya. Adanya pernyataan Dahlan Ishkan ini membuka harapan publik untuk dijadikan momentum bersih-bersih badan yang dianggap paling korup di Indonesia, namun peristiwa ini  seolah anti klimaks ketika Kepala Badan Kehormatan DPR M Prakosa mengumumkan empat anggota DPR melanggar etika.
Akbitanya dari empat anggota DPR yang diputus melanggar etika, dua orang, yaitu Idris Laena (Fraksi Partai Golkar) dan Sumaryoto (Fraksi PDI-P), hanya mendapatkan sanksi tingkat sedang, pindah komisi dan dilarang duduk di Badan Anggaran DPR. Dua lainya Ahsanul Qosasi (Fraksi Partai Demokrat) dan Zulkifliemansyah (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera), mendapat teguran tertulis. Dalam putusannya bahkan Badan Kehormatan DPR merekomendasikan agar pimpinan DPR mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang isinya meminta Presiden menegur Dahlan Ishkan agar lebih hati-hati mengeluarkan isu publik yang belum jelas bukti dan duduk masalahnya.
Anti klimaks dari peristiwa ini sekaligus menunjukan tidaklah mudah membongkar permainan di antara para anggota DPR karena kongkalingkong di antara mereka dilakukan dengan sistematika yang rapi dan terstruktur sehingga sulit untuk membongkarnya. Walau begitu sebenarnya dapat ditemukan pola yang sama di antara anggota DPR dalam melakukan kongkalingkong yaitu dengan sinergi antara pemerintah, DPR, dan kontraktor proyek seperti yang terjadi dalam kasus Wa Ode Nurhayati, kasus Wisma Atlet SEA GAMES, dan kasus Hambalang hal ini selaras dengan apa yang dikemukakan anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara DPR, Eva Kusuma Sundari.
Maraknya kongkalingkong untuk melakukan korupsi berjamaah yang terjadi disinyalir akibat tingginya biaya politik yang harus dikeluarkan para anggota DPR mulai dari pencalonan dirinya sebagai caleg sampai saat mereka terpilih menjadi anggota legislatif. Mulai dari dana pencalonan, dana kampanye, iuran partai saat mereka sudah terpilih, dan harus aktif menjadi donatur acara partai. Hal ini disinyalir menjadi alasan paling kuat terjadinya kongkalingkong antar anggota DPR untuk melakukan korupsi berjamaah. Alasan lain adalah adanya kesempatan dan peluang yang begitu besar untuk melakukan korupsi. Dengan kapasitas mereka sebagai anggota DPR mereka mempunyai banyak peluang untuk melakukan korupsi mulai dari masalah penganggaran, pengawasan, dan legislasi.
Demokrasi sebagai sarana membangun pemerintahan yang baik seolah kehilangan roh dengan adanya praktik poilitik gelap para anggota DPR ini. Demokrasi dijalankan bukan sesuai amanat rakyat melainkan dijalankan sesuai amanat pemilik kepentingan yang mampu mengkomunikasikan kepentinganya kepada para pemangku kekuasaan dengan berbagai “pelicin”. Pada saat yang sama para pembawa kepentingan-kepentingan yang sudah menerima “pelicin” saling menjatuhkan satu sama lain tak ubahnya seperti kartel narkoba yang saling bongkar keburukan satu sama lain demi mewujudkan apa yang menjadi kepentingan mereka. Walau begitu tetap tidak ada kata terlambat untuk berbenah jika semua pihak mau bersama-sama berkomitmen untuk berubah ke arah yang lebih baik, namun jika tidak demokrasi tidak akan menjadi alat untuk membangun pemerintahan yang baik tetapi hanya sebagai alat untuk memperbesar pundi-pundi para penguasa dan para pemilik kepentingan. Inilah Demokrasi ala DPR.
Komentar:
Citra sebagai lembaga terkorup memang melekat pada DPR hal itu semakin jelas dengan adanya beberapa kasus yang mencuat ke publik belakangan ini. Kekuasaan anggota DPR yang begitu besar membuat pratik korupsi begitu mudah terjadi di dalamnya. Politik transaksional juga merupakan sebab utama maraknya kongkalingkong dan praktik korupsi berjamaah di dalam DPR. Demokrasi dijalankan menurut pesanan “Do by Order” anggota DPR melakukan fungsi penganggaran, pengawasan, dan legislasi menurut pesanan pihak-pihka yang mempunyai kepentingan dan mampu memberikan insentif lebih kepada mereka. Hal ini diperparah dengan tidak adanya sistem “reward and punishment” oleh konstituent kepada wakilnya di DPR ketika kebobrokan wakilnya di DPR terbuka konstituent dapat seketika benci namun mendekati pemilu berikutnya konstituent bisa berubah menjadi begitu mencintai calon wakilnya manakala ia memberikan sejumlah insentif kepada konstituent tersebut. Demokrasi di Indonesia masih perlu banyak berbenah menuju pendewasaannya, masih ada kesempatan untuk itu. Demokrasi harus dijalankan sebagaimana mestinya bukan dijalankan sebagaimana Demokrasi ala DPR.